1. Konsep
Media
Istilah “media” merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang
dapat diartikan sebagai alat, sarana komunikasi, perantara atau pengantar.
Dengan kata lain, media adalah perantara sumber pesan dengan penerima pesan
dalam menyampaikan pesan (message) dengan tujuan untuk menyebarkan informasi
atau pesan itu sendiri kepada audiens. Namun kini pengertian tentang
media memiliki batasan yang ditentukan oleh banyak pakar:
Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran. Jadi, media adalah perluasan dari guru (Schram, 1977). Sarana
komunikasi dalam bentuk cetak maupun audio visual, termasuk teknologi
perangkat kerasnya (NEA, 1969). Alat untuk memberikan perangsang bagi
audiens agar terjadi proses berpikir. Segala bentuk dan saluran yang digunakan
untuk proses penyaluran pesan (AECT, 1977).
Segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan audiens.
Fungsi Media Komunikasi
Menyimak dari pengertian media komunikasi tersebut dapat kita
jabarkan fungsi-fungsi media komunikasi, sebagai berikut:
a.
Efisiensi penyebaran informasi Seiring perkembangan zaman,
teknologi yang tersedia akan semakin canggih termasuk media komunikasi.
Media-media komunikasi berteknologi canggih tersebut tentu membantu penyebaran
informasi menjadi lebih efisien. Maksudnya, media komunikasi tersebut dapat
membantu penghematan dari segi waktu, tenaga dan biaya. Contoh: Jika dua orang
yang saling berjauhan dan tidak memungkinkan untuk melakukan pertemuan ingin
berkomunikasi maka merekadapat melakukan komunikasi via telepon, SMS, MMS,
E-mail dan sebagainya.
b.
Memperkuat eksistensi informasi Dengan memanfaatkan media
komunikasi yang hi-tech maka
informasi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan akan lebih
berkesan. Contoh: Seorang dosen yang menyampaikan materi dengan menggunakan Ms.
Power Point dengan design menarik dan mudah dipahami akan lebih diingat
oleh mahasiswanya daripada seorang dosen yang mengajar dengan tanpa bantuan
media.
c.
Mendidik/mengarahkan/persuasif Media komunikasi yang menarik tentu
akan menyedot banyak perhatian dari audience. Maka dari itu media komunikasi
hendaknya menampilkan sesuatu yang mendidik dan mengandung unsur ajakan atau
persuasif.
d.
Kontrol sosial Media komunikasi harus dapat berfungsi sebagai
pengontrol kegiatan dan pengawas dalam kebijakan-kebijakan sosial. Misalnya,
informasi yang disampaikan melalui televisi dan internet membahas mengenai
dampak suatu kebijakan pemerintah. Harapannya melalui penyiaran informasi
tersebut pemerintah dapat tanggap dan bertindak cepat dalam mengatasinya.
Manfaat Media:
1.
Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistik
2.
Mampu mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera
3.
Memberi rangsangan seragam, pengalaman seragam dan persepsi
seragam.
2.
Etika
Pengertian
Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti
watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat
dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos”
dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara
hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari
hal-hal tindakan yang buruk.
Etika dan
moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari
terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang
dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang
berlaku. Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk
manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Istilah lain yang identik
dengan etika, yaitu: Susila
(Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup yang
lebih baik. Akhlak berarti moral, dan
etika berarti ilmu akhlak.
Filsuf
Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang pembahasan
Etika, sebagai berikut: Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini
adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah
perbuatan atau tindakan manusia. Manner dan Custom, Membahas etika yang
berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat
manusia yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau
perbuatan manusia.
3.
Public Sphere
Konsep
ruang public biasanya digunakan untuk merujuk pada diskursus dan debat umum,
dimana setiap individu bisa mendiskusikan isu-isu yang menjadi perhatian
bersama. Ruang public biasanya dilawankan dengan wilayah pribadi dalam hubungan
personal aktifitas ekonomi yang sudah swastawan. Salah satu yang paling penting
dari ruang public ini dijelaskan oleh jurgen habermas dalam karya klasiknya the
struktura; transformation of the public. Hebermas menelusuri perkembangan
public dari masa yunani kuno sampau sekarang. Menurutnya dalam eropa abad ke-17
dan 18, muncul ruang public dalam jenis yang khusus. “Ruang public borjuis” ini
berisi para individu yang berkumpul bersama ditempat umum.
Perkembangan
ruang public borjuis ini mempunyai konsekuensi penting bagi bentuk kelembagaan
Negara modem. Parlemen, yang sebelumnya disebut forum public menjadi tambah
terbuka untuk diteliti cermat dan peran politik kebebasan berbicara formal
diakui dalam suasana konstitusi banyak Negara modem. Tapi menurut habermas,
sebgai jenis khusu wilayah umum, ruang public borjuis secara bertahap berkurang
nilainya.
Argument
habermas mengenai perubahan ruang public telah dikritik dngan dasar sejarah (Calhoun 1992) dan mengenai
relefansinya terhadap kondisi sosial politik dan politik abad ke-20 (Thompson
1991). Namun konsep ruang public tetap merupakan referensi penting bagi para
pemikir yang perhatian pada perkembangan bentuk-bentuk organisasi politik yang
bebas dari kekuasaan Negara. Konsep tersebut juga tetap fital bagi para teorisi
yang concern dengan dampak media komunikasi dalam dunia modern. Konsep tersebut
menekankan pentingnya argument dan debat terbuka sebgai alat membentuk opini
public dan memecahkan isu-isu politik kontroversial.
4. Civil
society
civil
society sering disebut masyarakat warga,
masyarakat kewargaan, masyarakat sipil, beradab, atau masyarakat berbudaya.
Istilah civil society berasal dari bahasa latin, yaitu civitas dei atau
kota Illahi. Asal kata civil adalah civilization (beradab). Civil
society secara sederhana dapat diartikan sebagai masyarakat beradab.
Dalam pandangan Hegel,
civil society adalah entitas yang memiliki ketergantungan pada negara. Sebagai
misal negara harus mengawasi civil society dengan cara menyediakan perangkat
hukum dan administrasi. Disamping itu, civil society menurut para tokoh juga berbeda-beda,
seperti Hegel yang berpendapat bahwa entitas civil society mempunyai
kecenderungan entropi atau melemahkan diri sendiri, oleh karena itu harus
diawasi oleh negara. Pandangan Hegel yang agak pesimistik ini bertentangan
dengan pandangan Karl Marx tentang civil society. Bahkan Karl Marx memposisikan
civil society pada basic material dalam tautan produksi kapitalis. Oleh Marx,
civil society dimaknai sebagai kelas borjuis yang menjadi tantangan baginya
untuk membebaskan masyarakat dari berbagai penindasan, oleh karena itu civil
society menurut dia harus dilenyapkan demi terwujudnya masyarakat tanpa kelas.
Tokoh lain adalah
Gramsci. Dalam banyak hal pendapat Gramsci mirip pendapat Marx. Perbedaannya
terletak pada memposisikan civil society bukan pada basic material tetapi pada
tataran suprastruktur, sebagai wadah kompetisi untuk memperebutkan hegemoni
kekuasaan. Peran civil society pada konteks yang demikian oleh Gramsci
ditempatkan sebagai kekuatan untuk memperebutkan hegemoni kekuasaan. Pandangan
Gramsci ini lebih bernuansa ideologis ketimbang pragmatik. Dalam perjalanan
waktu, akhirnya konsep Gramsci ini dikembangkan oleh Habermas seorang tokoh
madzab Frankfurt melalui konsep the free public sphere atau ruang publik yang
bebas, di mana rakyat sebagai akses atas setiap kegiatan publik.
Pada tahap selanjutnya, konsep civil
society dikaitkan dengan fenomena kemunculannya pasar ekonomi modern.
Kemudian karakter ini dikembangkan dengan melibatkan aspek-aspek penyempurnaan
moral dan budaya, perhatian terhadap pelaksanaan rule of law oleh
pemerintahan, satu semangat publik, dan pembagian kerja (division of labor)
yang kompleks sebagai bagian dari karakter utama masyarakat sipil
(Chandhoke, 2005). Adam Ferguson dan beberapa pemikir lainnya di Skotlandia mulai
memisahkan antara fenomena masyarakat sipil dan negara (Hikam, 1996: 2).
Masyarakat sipil dinilai merupakan fenomena munculnya kemandirian masyarakat
yang berseberangan dengan negara dalam arti kritis terhadap struktur dan
kebijakan negara.22.03.2016.fidhin