1. Teori
Behaviorisme
Tokoh aliran ini adalah John B. Watson (1878 –
1958) yang di Amerika dikenal sebagai bapak Behaviorisme. Teorinya
memumpunkan perhatiannya pada aspek yang dirasakan secara langsung pada
perilaku berbahasa serta hubungan antara stimulus dan respons pada dunia
sekelilingnya. Menurut teori ini, semua perilaku, termasuk tindak balas
(respons) ditimbulkan oleh adanya rangsangan (stimulus). Jika rangsangan telah
diamati dan diketahui maka gerak balas pun dapat diprediksikan. Watson juga
dengan tegas menolak pengaruh naluri (instinct) dan kesadaran terhadap
perilaku. Jadi setiap perilaku dapat dipelajari menurut hubungan stimulus -
respons.
Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap
introspeksionisme dan juga psikoanalisis. Behaviorisme ingin menganalisis hanya
perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan.
Belakangan, teori kaum behavioris lebih dikenal dengan nama teori belajar,
karena menurut mereka seluruh perilaku manusia kecuali instink adalah
hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh
lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau
jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana
perilakunya dikendalikan oleh faktor‑faktor
lingkungan. Dari sinilah timbul konsep “manusia mesin” (Homo
Mechanicus).
2. Teori
Humanisme
Teori ini muncul diilhami oleh perkembangan dalam
psikologi yaitu psikologi Humanisme. Sesuai pendapat yang dikemukakan oleh McNeil
(1977) “In many instances, communicative language programmes have
incorporated educational phylosophies based on humanistic psikology or view
which in the context of goals for other subject areas has been called ‘the
humanistic curriculum”
Teori humanisme dalam pengajaran bahasa pernah
diimplementasikan dalam sebuah kurikulum pengajaran bahasa dengan istilah
Humanistic curriculum yang diterapkan di Amerika utara di akhir tahun 1960-an
dan awal tahun 1970-an. Kurikulum ini menekankan pada pembagian pengawasan dan
tanggungjawab bersama antar seluruh siswa didik. Humanistic curiculum
menekankan pada pola pikir, perasaan dan tingkah laku siswa dengan menghubungkan
materi yang diajarkan pada kebutuhan dasar dan kebutuhan hidup siswa. Teori ini
menganggap bahwa setiap siswa sebagai objek pembelajaran memiliki alasan yang
berbeda dalam mempelajari bahasa.
Tujuan utama dari teori ini adalah untuk
meningkatkan kemampuan siswa agar bisa berkembang di tengah masyarakat. The
deepest goal or purpose is to develop the whole persons within a human society.
(McNeil,1977)
3. Teori
Informasi atau Matematis
Salah satu teori komunikasi klasik yang sangat
mempengaruhi teori-teori komunikasi selanjutnya adalah teori informasi atau
teori matematis. Teori ini merupakan bentuk penjabaran dari karya Claude
Shannon dan Warren Weaver (1949, Weaver. 1949 ), Mathematical Theory of
Communication.
Teori ini melihat komunikasi sebagai fenomena
mekanistis, matematis, dan informatif: komunikasi sebagai transmisi pesan dan
bagaimana transmitter menggunakan saluran dan media komunikasi. Ini merupakan
salah satu contoh gamblang dari mazhab proses yang mana melihat kode sebagai
sarana untuk mengonstruksi pesan dan menerjemahkannya (encoding dan decoding).
Teori informasi ini menitikberatkan titik
perhatiannya pada sejumlah sinyal yang lewat melalui saluran atau media dalam
proses komunikasi. Ini sangat berguna pada pengaplikasian sistem elektrik dewasa
ini yang mendesain transmitter, receiver, dan code untuk memudahkan efisiensi
informasi.
4. Teori Agenda
Setting
Teori Agenda-setting diperkenalkan oleh McCombs dan DL
Shaw (1972). Asumsi teori ini adalah bahwa jika media memberi tekanan pada
suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya
penting. Jadi apa yang dianggap penting media, maka penting juga bagi
masyarakat. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat,
terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar bukan dengan
perubahan sikap dan pendapat.
5. Teori Uses and Gratifications (Kegunaan dan
Kepuasan)
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Herbert Blumer dan
Elihu Katz (1974). Teori ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan
peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain,
pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media
berusaha mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenhi
kebutuhannya. Artinya pengguna media mempunyai pilihan alternatif untuk
memuaskan kebutuhannya.
Elemen dasar yang mendasari pendekatan teori ini (Karl dalam
Bungin, 2007): (1) Kebutuhan dasar tertentu, dalam interaksinya dengan (2)
berbagai kombinasi antara intra dan ekstra individu, dan juga dengan (3)
struktur masyarakat, termasuk struktur media, menghasilkan (4) berbagai
percampuran personal individu, dan (5) persepsi mengenai solusi bagi persoalan
tersebut, yang menghasilkan (6) berbagai motif untuk mencari pemenuhan atau
penyelesaian persoalan, yang menghasikan (7) perbedaan pola konsumsi media dan
( perbedaan pola perilaku lainnya, yang menyebabkan (9) perbedaan pola
konsumsi, yang dapat memengaruhi (10) kombinasi karakteristik intra dan ekstra
individu, sekaligus akan memengaruhi pula (11) struktur media dan berbagai
struktur politik, kultural, dan ekonomi dalam masyarakat.
6. Teori
Dependensi Efek Komunikasi Massa
Teori ini dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeachdan Melvin L.
DeFluer (1976), yang memfokuskan pada kondisi struktural suatu masyarakat
yang mengatur kecenderungan terjadinya suatu efek media massa. Teori ini
berangkat dari sifat masyarakat modern, diamana media massa diangap sebagai
sistem informasi yang memiliki peran penting dalam proses memelihara,
perubahan, dan konflik pada tataran masyarakat,kelompok, dan individu dalam
aktivitas sosial. Secara ringkas kajian terhadap efek tersebut dapat dirumuskan
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Kognitif, menciptakan
atau menghilangkan ambiguitas, pembentukan sikap, agenda-setting, perluasan
sistem keyakinan masyarakat, penegasan/ penjelasan nilai-nilai.
2. Afektif, menciptakan
ketakutan atau kecemasan, dan meningkatkan atau menurunkan dukungan moral.
3. Behavioral, mengaktifkan
atau menggerakkan atau meredakan, pembentukan isu tertentu atau
penyelesaiannya, menjangkau atau menyediakan strategi untuk suatu aktivitas
serta menyebabkan perilaku dermawan.
7. Teori
Konstruktvisme
Jean Piaget dan Leu Vygotski
adalah dua nama yang selalu diasosiasikan dengan kontruktivisme.
Ahli kontruktivisme menyatakan bahwa manusia membentuk versi mereka sendiri
terhadap kenyataan, mereka menggandakan beragam cara untuk mengetahui dan
menggambarkan sesuatu untuk mempelajari pemerolehan bahasa pertama dan kedua.
Pembelajaran harus dibangun secara aktif oleh pembelajar itu
sendiri dari pada dijelaskan secara rinci oleh orang lain. Dengan demikian
pengetahuan yang diperoleh didapatkan dari pengalaman. Namun demikian, dalam
membangun pengalaman siswa harus memiliki kesempatan untuk mengungkapkan
pikirannya, menguji ide-ide tersebut melalui eksperimen dan percakapan atau
tanya jawab, serta untuk mengamati dan membandingkan fenomena yang sedang
diujikan dengan aspek lain dalam kehidupan mereka. Selain itu juga guru
memainkan peranan penting dalam mendorong siswa untuk memperhatikan seluruh
proses pembelajaran serta menawarkan berbagai cara eksplorasi dan pendekatan.
8. Teori
Nativisme
Istilah nativisme dihasilkan dari pernyataan mendasar bahwa
pembelajaran bahasa ditentukan oleh bakat. Bahwa setiap manusia dilahirkan
sudah memiliki bakat untuk memperoleh dan belajar bahasa.
Chomsky dalam Hadley (1993:
48) yang merupakan tokoh utama golongan ini
mengatakan bahwasannya hanya manusialah satu-satunya makhluk Tuhan yang dapat
melakukan komunikasi lewat bahasa verbal. Selain itu bahasa juga sangat
kompleks oleh sebab itu tidak mungkin manusia belajar bahasa dari makhluk Tuhan
yang lain. Chomsky juga menyatakan bahwa setiap anak yang lahir ke dunia telah
memiliki bekal dengan apa yang disebutnya “alat penguasaan bahasa” atau LAD
(language Acquisition Device). Chomsky dalam Hadley (1993:50) mengemukakan
bahwa belajar bahasa merupakan kompetensi khusus bukan sekedar subset belajar
secara umum. Cara berbahasa jauh lebih rumit dari sekedar penetapan Stimulus-
Respon. Chomsky dalam Hadley (1993: 48) mengatakan bahwa eksistensi bakat
bermanfaat untuk menjelaskan rahasia penguasaan bahasa pertama anak dalam waktu
singkat, karena adanya LAD. Menurut golongan ini belajar bahasa pada hakikatnya
hanyalah proses pengisian detil kaidah-kaidah atau struktur aturan-aturan
bahasa ke dalam LAD yang sudah tersedia secara alamiah pada manusia tersebut.
9. Teori
Kognitivisme
Menurut Piaget dalam Mansoer Pateda (1990: 67), salah
seorang tokoh golongan ini mengatakan bahwa struktur komplek dari bahasa
bukanlah sesuatu yang diberikan oleh alam dan bukan pula sesuatu yang
dipelajari lewat lingkungan. Struktur tersebut lahir dan berkembang sebagai
akibat interaksi yang terus menerus antara tingkat fungsi kognitif si anak dan
lingkungan lingualnya.Struktur tersebut telah tersedia secara alamiah.
Perubahan atau perkembangan bahasa pada anak akan bergantung pada sejauh mana
keterlibatan kognitif sang anak secara aktif dengan lingkungannya.
Menurut aliran ini kita belajar disebabkan oleh
kemampuan kita menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi di dalam
lingkungan.
Proses belajar bahasa terjadi menurut pola
tahapan perkembangan tertentu sesuai umur.
Tahapan tersebut meliputi:
a.
Asimilasi
: proses penyesuaian pengetahuan baru dengan struktur kognitif
b.
Akomodasi
: proses penyesuaian struktur kognitif dengan pengetahuan baru
c.
Disquilibrasi
: proses penerimaan pengetahuan baru yang tidak sama dengan yang telah
diketahuinya.
d.
Equilibrasi
: proses penyeimbang mental setelah terjadi proses asimilasi.
10. Teori Sibernetik
Istilah sibernetika berasal dari bahasa Yunani (Cybernetics
berarti pilot). Istilah Cybernetics yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
menjadi sibernetika, pertama kali digunakan tahun 1945 oleh Nobert Wiener
dalam bukunya yang berjudul Cybernetics.
Sibernetika adalah teori sistem pengontrol yang didasarkan pada
komunikasi (penyampaian informasi) antara sistem dan lingkungan dan antar
sistem, pengontrol (feedback) dari sistem berfungsi dengan memperhatikan
lingkungan.
Seiring perkembangan teknologi informasi yang diluncurkan oleh
para ilmuwan dari Amerika sejak tahun 1966, penggunaan komputer sebagai media
untuk menyampaikan informasi berkembang pesat. Teknologi ini juga dimanfaatkan
dunia pendidikan terutama guru untuk berkomunikasi sesama relasi, mencari
handout (buku materi ajar), menerangkan materi pelajaran atau pelatihan, bahkan
untuk mengevaluasi hasil belajar siswa. Prinsip dasar teori sibernetik yaitu
menghargai adanya 'perbedaan', bahwa suatu hal akan memiliki perbedaan dengan
yang lainnya, atau bahwa sesuatu akan berubah seiring perkembangan waktu.
Pembelajaran digambarkan sebagai : INPUT => PROSES => OUTPUT.
11.
Teori Ketergantungan (Dependency Theory)
Teori ketergantungan terhadap media mula-mula diutarakan oleh Sandra
Ball-Rokeach dan Melvin Defleur. Seperti teori uses and gratifications,
pendekatan ini juga menolak asumsi kausal dari awal hipotesis penguatan. Untuk
mengatasi kelemahan ini, pengarang ini mengambil suatu pendekatan sistem yang
lebih jauh. Di dalam model mereka mereka mengusulkan suatu relasi yang bersifat
integral antara pendengar, media. dan sistem sosial yang lebih besar.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh teori uses and
gratifications, teori ini memprediksikan bahwa khalayak tergantung kepada
informasi yang berasal dari media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak
bersangkutan serta mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa.
Namun perlu digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergantungan yang
sama terhadap semua media.
Sumber ketergantungan yang kedua adalah kondisi sosial. Model
ini menunjukkan sistem media dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan
khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat. Pada gilirannya hal ini akan
mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai media, sehingga bukan sumber media
massa yang menciptakan ketergantungan, melainkan kondisi sosial.
Untuk mengukur efek yang ditimbulkan media massa terhadap
khalayak, ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu riset eksperimen,
survey dan riset etnografi.
12.
Teori The Spiral of Silence
Teori the spiral of silence (spiral keheningan) dikemukakan oleh
Elizabeth Noelle-Neuman (1976), berkaitan dengan pertanyaan bagaimana
terbentuknya pendapat umum. Teori ini menjelaskan bahwa terbentuknya pendapat
umum ditentukan oleh suatu proses saling mempengaruhi antara komunikasi massa,
komunikasi antar pribadi, dan persepsi individu tentang pendapatnya dalam
hubungannya dengan pendapat orang-orang lain dalam masyarakat.
13.
Teori Inokulasi (Innoculation Theory)
Teori inokulasi atau teori suntikan yang pada mulanya
ditampilkan oleh Mcguire ini mengambil analogi dari peristiwa medis.
Orang yang terserang penyakit cacar, polio disuntik. Diberi vaksin untuk
merangsang mekanisme daya tahan tubuhnya. Demikian pula halnya dengan orang
yang tidak memiliki informasi mengenai suatu hal atau tidak menyadari posisi
mengenai hal tersebut, maka ia akan lebih mudah untuk dipersuasi atau dibujuk.
Suatu cara untuk membuatnya agar tidak mudah kena pengaruh adalah
”menyuntiknya” dengan argumentasi balasan (counterarguments).
14.
Teori Kultivasi (Cultivation Theory)
Teori Kultivasi (Cultivation Theory) merupakan salah satu teori
yang mencoba menjelaskan keterkaitan antara media komunikasi (dalam hal ini
televisi) dengan tindak kekerasan. Teori ini dikemukakan oleh George
Gerbner, mantan Dekan dari Fakultas (Sekolah Tinggi) Komunikasi Annenberg
Universitas Pennsylvania,yang juga pendiri Cultural Environment Movement,
berdasarkan penelitiannya terhadap perilaku penonton televisi yang
dikaitkan dengan materi berbagai program televisi yang ada di
Amerika Serikat.
Teori Kultivasi pada dasarnya menyatakan bahwa para
pecandu (penonton berat/heavy viewers) televisi membangun keyakinan yang
berlebihan bahwa “dunia itu sangat menakutkan” . Hal tersebut disebabkan
keyakinan mereka bahwa “apa yang mereka lihat di televisi” yang cenderung
banyak menyajikan acara kekerasan adalah “apa yang mereka yakini terjadi juga
dalam kehidupan sehari-hari”.
15.
Teori Birokrasi
Teori Birokrasi berhubungan dengan organisasi masyarakat yang
disusun secara ideal. Birokrasi dicapai melalui formalisasi aturan, struktur,
dan proses di dalam organisasi. Max Weber (1948) adalah sosok yang
dikenal sebagai bapak birokrasi. Menurut Weber, organisasi birokrasi yang ideal
menyertakan delapan karakteristik struktural.
Birokrasi menawarkan banyak kelebihan yang kuat
dalam menerapkan standar praktek organisasi, selain ia juga bisa membatasi
anggota organisasi dan individu yang bekerja di dalamnya.
16.
Teori Analisis Transaksional
Teori analisis transaksional merupakan karya
besar Eric Berne (1964), yang ditulisnya dalam buku Games People Play.
Berne adalah seorang ahli ilmu jiwa terkenal dari kelompok Humanisme. Teori
analisis transaksional merupakan teori terapi yang sangat populer dan digunakan
dalam konsultasi pada hampir semua bidang ilmu-ilmu perilaku. Teori analisis
transaksional telah menjadi salah satu teori komunikasi antarpribadi yang
mendasar.
Kata transaksi selalu mengacu pada proses
pertukaran dalam suatu hubungan. Dalam komunikasi antarpribadi pun dikenal
transaksi. Yang dipertukarkan adalah pesan-pesan baik verbal maupun nonverbal.
Analisis transaksional sebenarnya bertujuan untuk mengkaji secara mendalam
proses transaksi (siapa-siapa yang terlibat di dalamnya dan pesan apa yang
dipertukarkan).
Dalam diri setiap manusia, seperti dikutip
Collins (1983), memiliki tiga status ego. Sikap dasar ego yang mengacu pada
sikap orangtua (Parent= P. exteropsychic); sikap orang dewasa (Adult=A.
neopsychic); dan ego anak (Child = C, arheopsychic). Ketiga
sikap tersebut dimiliki setiap orang (baik dewasa, anak-anak, maupun orangtua).
17. Teori Pengharapan Nilai (The
Expectacy-Value Theory)
Phillip Palmgreen berusaha mengatasi
kurangnya unsur kelekatan yang ada di dalam teori uses and gratification dengan
menciptakan suatu teori yang disebutnya sebagai expectance-value theory (teori
pengharapan nilai).
Dalam kerangka pemikiran teori ini, kepuasan yang
Anda cari dari media ditentukan oleh sikap Anda terhadap media --kepercayaan
Anda tentang apa yang suatu medium dapat berikan kepada Anda dan evaluasi Anda
tentang bahan tersebut. Sebagai contoh, jika Anda percaya bahwa situated
comedy (sitcoms), seperti Bajaj Bajuri menyediakan hiburan dan Anda
senang dihibur, Anda akan mencari kepuasan terhadap kebutuhan hiburan Anda
dengan menyaksikan sitcoms. Jika, pada sisi lain, Anda percaya bahwa sitcoms
menyediakan suatu pandangan hidup yang tak realistis dan Anda tidak menyukai
hal seperti ini Anda akan menghindari untuk melihatnya.
18.
Teori Difusi Inovasi
Teori difusi yang paling terkemuka dikemukakan oleh Everett
Rogers dan para koleganya. Rogers menyajikan deksripsi yang menarik
mengenai mengenai penyebaran dengan proses perubahan sosial, di mana terdiri
dari penemuan, difusi (atau komunikasi), dan konsekwensi-konsekwensi. Perubahan
seperti di atas dapat terjadi secara internal dari dalam kelompok atau secara
eksternal melalui kontak dengan agen-agen perubahan dari dunia luar. Kontak
mungkin terjadi secara spontan atau dari ketidaksengajaan, atau hasil dari
rencana bagian dari agen-agen luar dalam waktu yang bervariasi, bisa pendek,
namun seringkali memakan waktu lama.
Dalam difusi inovasi ini, satu ide mungkin memerlukan waktu
bertahun-tahun untuk dapat tersebar. Rogers menyatakan bahwa pada realisasinya,
satu tujuan dari penelitian difusi adalah untuk menemukan sarana guna
memperpendek keterlambatan ini. Setelah terselenggara, suatu inovasi akan
mempunyai konsekuensi konsekuensi – mungkin mereka berfungsi atau tidak,
langsung atau tidak langsung, nyata atau laten (Rogers dalam Littlejohn, 1996 :
336).
19.
Teori Norma Budaya (Cultural Norms Theory)
Teori norma budaya menurut Melvin DeFleur hakikatnya
adalah bahwa media massa melalui penyajiannya yang selektif dan penekanannya
pada tema-tema tertentu, menciptakan kesan-kesan pada khalayak dimana
norma-norma budaya umum mengenai topik yang diberi bobot itu dibentuk dengan
cara-cara tertentu. Oleh karena itu perilaku individual biasanya dipandu oleh
norma-norma budaya mengenai suatu hal tertentu, amak media komunikasi secara
tidak langsung akan mempengaruhi perilaku.
20.
Standpoint Theory
Teori ini menjelaskan bahwa pengalaman individu,
pengetahuan, dan perilaku komunikasi sebagian besar dibentuk oleh kelompok
sosial dimana mereka aktif (Wood, J. T.,1982 dalam West, R., & Turner,
L. H., 2000). Dari sinilah kita dapat menarik kerangka tentang sistematika
pengaruh kekuatan pembentuk identitas.
Secara kultural, bangsa Indonesia sebelum
kemerdekaan dan masa awal kemerdekaan adalah bangsa yang guyub. Keguyuban ini
pun terbawa pada kolektif-kolektif komunitas Islam. Kita mengenal adanya
komunitas pesantren NU, dan Muhamadiyyah pada masa sebelum kemerdekaan. Setelah
kebijakan Soeharto di era tahun 1980-an yang lebih dekat dengan Islam, dan
komunitas kolektif Islam menjadi semakin menjamur. Dan semakin banyaknya
komunitas kolektif inilah yang kemudian banyak sekali mempengaruhi kehidupan
warga Indonesia yang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh media
global telah tereduksi oleh keberadaan dan pengaruh komunitas kolektif yang
memiliki high context culture.
21. Teori Systematic Behavior
(Hull)
Clark C Hull mengikuti jejak Thorndike dalam usahanya mengembangkan teori
belajar. Prinsip‑prinsip yang digunakanya
mirip dengan apa yang dikemukakan oleh para behavioris yaitu dasar stimulus‑respon dan adanya reinforcement.
Clark C. Hull mengemukakan teorinya, yaitu bahwa
suatu kebutuhan atau “keadaan terdorong” (oleh motif, tujuan, maksud,
aspirasi, ambisi) harus ada dalam diri seseorang yang belajar, sebelum suatu
respon dapat diperkuat atas dasar pengurangan kebutuhan itu. Dalam hal
ini efisiensi belajar tergantung pada besarnya tingkat pengurangan dan kepuasan
motif yang menyebabkan timbulnya usaha belajar itu oleh respon‑respon yang dibuat individu itu. Setiap obyek, kejadian atau
situasi dapat mempunyai nilai sebagai penguat apabila hal itu dihubungkan
dengan penurunan terhadap suatu keadaan deprivasi (kekurangan) pada diri
individu itu; yaitu jika obyek, kejadian atau situasi tadi dapat menjawab suatu
kebutuhan pada saat individu itu melakukan respon.
Prinsip penguat (reinforcer) menggunakan seluruh situasi yang
memotivasi, mulai dari dorongan biologis yang merupakan kebutuhan utama
seseorang sampai pada hasil‑hasil yang
memberikan ganjaran bagi seseorang (misalnya: uang, perhatian, afeksi, dan
aspirasi sosial tingkat tinggi). Jadi, prinsip yang utama adalah suatu
kebutuhan atau motif harus ada pada seseorang sebelum belajar itu terjadi; dan
bahwa apa yang dipelajari itu harus diamati oleh orang yang belajar sebagai
sesuatu yang dapat mengurangi kekuatan kebutuhannya atau memuaskan
kebutuhannya.
22. Teori Conectionism
(Thorndike)
Menurut teori trial and error (mencoba‑coba dan gagal) ini, setiap organisme jika dihadapkan dengan
situasi baru akan melakukan tindakan‑tindakan
yang sifatnya coba‑coba secara membabi buta
jika dalam usaha mencoba‑coba itu secara kebetulan
ada perbuatan yang dianggap memenuhi tuntutan situasi, maka perbuatan yang
kebetulan cocok itu kemudian “dipegangnya”. Karena latihan yang terus menerus
maka waktu yang dipergunakan antuk melakukan perbuatan yang cocok itu makin lama
makin efisien.
Jadi, proses belajar menurut Thorndike melalui
proses:
1 ) trial and error (mencoba‑coba dan mengalami kegagalan), dan
2) law of effect; Yang berarti bahwa segala
tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan
tuntutan situasi) akan diingat dan dipelajari dengan sebaik‑baiknya. Sedangkan segala tingkah laku yang berakibat tidak
menyenangkan akan dihilangkan atau dilupakannya. Tingkah laku ini terjadi
secara otomatis. Otomatisme dalam belajar itu dapat dilatih dengan syarat‑syarat tertentu, pada binatang juga pada manusia.
Thorndike melihat bahwa organisme itu (juga
manusia) sebagai mekanismus; hanya bergerak atau bertindak jika ada perangsang
yang mempengaruhi dirinya. Terjadinya otomatisme dalam belajar menurut
Thorndike disebabkan adanya law of effect itu. Dalam kehidupan sehari‑hari law of effect itu dapat terlihat dalam hal memberi penghargaan
atau ganjaran dan juga dalam hal memberi hukuman dalam pendidikan.
Akan tetapi menurut Thorndike yang lebih memegang peranan dalam pendidikan
ialah hal memberi penghargaan atau ganjaran dan itulah yang lebih dianjurkan.
Karena adanya law of effect terjadilah
hubungan (connection) atau asosiasi antara tingkah laku reaksi yang dapat
mendatangkan sesuatu dengan hasil biaya (effect). Karena adanya koneksi
antara reaksi dengan hasilnya itu maka teori Thorndike disebut juga Connectionism.
23.
Teori administrasi
Teoritikus administrasi pertama dan paling
berpengaruh adalah industrialis berkebangsaan Perancis yaitu Henry Fayol
pada tahun 1916, Fayol mengidentifikasi beberapa prinsip manajemen.
Prinsip-prinsip tersebut telah diterapkan secara luas pada desain dan praktek
organisasi dan memberikan pengaruh kuat pada desain dan administrasi organisasi
industri modern.
Teori administrasi dikembangkan sebagai panduan
preskriptif bagi manajemen organisasi industri sesuai penggunaan kaidah dan
otoritas secara langsung. Di sini diperlihatkan kekuatan dan kelemahan dari
teori administrasi. Prinsip dasar preskriptif dari teori administrasi membuat
teori tersebut sangat pragmatis dan dapat diaplikasikan pada organisasi bisnis.
Sebelumnya, karena tidak ada prinsip manajemen universal yang dapat
diaplikasikan secara merata pada semua situasi organisasi, prinsip teori
administrasi dapat disalahartikan, bertentangan dan tidak sesuai dalam
penggunaannya ketika berhubungan dengan masalah-masalah organisasi yang
berbeda. Di samping itu, seperti yang akan kita bahas secara mendalam pada
bagian akhir bab ini, prinsip teori administrasi, seperti prinsip birokrasi,
sering dihubungkan sebagai bentuk yang kaku dan tidak peka terhadap kebutuhan
anggota organisasi.
24.
Teori Fungsional
Dengan munculnya kontruktivisme dalam dunia
psikologi, dalam tahun-tahun terakhir ini menjadi lebih jelas bahwa belajar
bahasa berkembang dengan baik di bawah gagasan kognitif dan struktur ingatan.
Para peneliti bahasa mulai melihat bahwa bahasa
merupakan manifestasi kemampuan kognitif dan efektif untuk menjelajah dunia,
untuk berhubungan dengan orang lain dan juga keperluan terhadap diri
sendirisebagai manusia. Lebih lagi kaedah generatif yang diusulkan di bawah
naungan nativisme itu bersifat abstrak, formal, eksplisit dan logis, meskipun
kaidah itu lebih mengutamakan pada bentuk bahasa dan tidak pada tataran fungsional
yang lebih dari makna yang dibentuk dari makna yang dibentuk dari interaksi
sosial.
a. Kognisi
dan perkembangan bahasa
Piaget menggambarkan penelitian itu sebagai
interaksi anak dengan lingkungannya dengan interaksi komplementer antara perkembangan
kapasitas kognitif perseptual dengan pengalaman bahasa mereka. Penelitian itu
berkaitan dengan hubungan antara perkembangan kognitif dengan pemerolehan
bahasa pertama. Slobin menyatakan bahwa dalam semua bahasa, belajar makna
bergantung pada perkembangan kognitif dan urutan perkembangannya lebih
ditentukan oleh kompleksitas makna itu dari pada kompleksitas bentuknya.
Menurut dia ada dua hal yang menentukan model:
1) Pada asas fungsional, perkembangan diikuti
oleh perkembangan kapasitas komunikatif dan konseptual yang beroperasi dalam
konjungsi dengan skema batin konjungsi.
2) Pada asas formal, perkembangan diikuti oleh
kapasitas perseptual dan pemerosesan informasi yang bekerja dalam konjungsi dan
skema batin tata bahasa.
b. Interaksi Sosial
dan Perkembangan Bahasa
Akhir-akhir ini semakin jelas bahwa fungsi bahasa
berkembang dengan baik di luar pikiran kognitif dan struktur memori. Di sini
tampak bahwa kontruktivis sosial menekankan prespektif fungsional. Bahasa pada
hakikatnya digunakan untuk komunikasi interaktif. Oleh sebab itu kajian yang
cocok untuk itu adalah kajian tentang fungsi komunikatif bahasa, fungsi
pragmatik dan komunikatif dikaji dengan segala variabilitasnya.
25. Teori Belajar Sosial (Bandura)
Teori belajar Bandura (Albert Bandura:1925) adalah teori
belajar social atau kognitif social serta efikasi diri yang menunjukkan
pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain.
Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi tingkah laku
timbale balik yang berkesinambungan antara kognitine perilaku dan pengaruh
lingkungan. Factor-faktor yang berproses dalam observasi adalah perhatian,
mengingat, produksi motorik, motivasi.
Ternyata tidak semua perilaku dapat dijelaskan dengan pelaziman.
Bandura menambahkan konsep belajar sosial (social learning). Ia
mempermasalahkan peranan ganjaran dan hukuman dalam proses belajar. Kaum
behaviorisme tradisional menjelaskan bahwa kata-kata yang semula tidak ada
maknanya, dipasangkan dengan lambak atau obyek yang punya makna (pelaziman
klasik).
26.
Teori Operant Conditioning (Skinner)
Skinner (1904-1990), menganggap reward dan rierforcement
merupakan factor penting dalan belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan
psikologi adalah meramal mengontrol tingkah laku. Pda teori ini guru memberi
penghargaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak akan lebih rajin. Teori ini
juga disebut dengan operant conditioning. . Operans conditioning adalah suatu
proses penguatan perilaku operans yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut
dapat diulang kembali atau menghilang sesuai keinginan.
Operant conditing menjamin respon terhadap
stimuli.Bila tidak menunjukkan stimuli maka guru tidak dapat membimbing siswa
untuk mengarahkan tingkah lakunya. Guru memiliki peran dalam mengontrol dan
mengarahkan siswa dalam proses belajar sehingga tercapai tujuan yang
diinginkan.
Prinsip belajar Skinners adalah :
- Hasil belajar harus segera diberitahukan pada
siswa jika salah dibetulkan jika benar diberi penguat.
- Proses belajar harus mengikuti irama dari yang
belajar. Materi pelajaran digunakan sebagai sistem modul.
- Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan
aktivitas sendiri, tidak digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah
untuk menghindari hukuman.
- Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi
hadiah dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable ratio
reinforcer.
- Dalam pembelajaran digunakan shapping.
27.
Teori Classical Conditioning (Pavlov dan Watson)
Menurut teori conditioning (Ivan Petrovich
Pavlo:1849-1936), belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena
adanya syarat‑syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk
menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat‑syarat tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori
conditioning ialah adanya latihan‑latihan yang
kontinu. Yang diutamakan dalam teori ini ialah hal belajar yang terjadi secara
otomatis.
Penganut teori ini mengatakan bahwa segala
tingkah laku manusia. juga tidak lain adalah hasil daripada conditioning. Yakni
hasil daripada latihan‑latihan atau
kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap syarat‑syarat/perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya di dalam
kehidupannya.
Kelemahan dari teori
conditioning ini ialah, teori ini menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi
secara otomatis; keaktifan dan penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya.
Peranan latihan/kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tahu bahwa dalam
bertindak dan berbuat sesuatu, manusia tidak semata‑mata tergantung kepada pengaruh dari luar. Aku atau pribadinya
sendiri memegang peranan dalam memilih dan menentukan perbuatan dan reaksi apa
yang akan dilakukannya. Teori conditioning ini memang tepat kalau kita
hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia teori ini hanya dapat kita
terima dalam hal‑hal belajar tertentu saja;
umpamanya dalam belajar yang mengenai skills (kecakapan-kecakapan)
tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak‑anak kecil.
No comments:
Post a Comment